Jake tidak bisa mendengar apa-apa lagi. Telinganya berdenging. Rasa sakit yang tadi begitu menyiksanya sekarang perlahan mulai hilang. Matanya terpejam. Sekilas tampak bayangan kejadian yang terjadi begitu cepat. Jake mulai terengah. “Mungkin ini rasanya mati. Tidak buruk juga,” Jake berkata pada dirinya sendiri. Dia mulai menikmati setiap detik yang tersisa. Saat kesadarannya mulai hilang, Jake mendengar suara terakhir memanggil namanya.
London, 25 Maret 1857
“Jake, apa kau benar-benar harus pergi?” Jane mulai terisak pelan. Jake memandang gadis itu sedih. Seandainya ia bisa memilih, dia takkan meninggalkan Jane sendirian, terutama dalam situasi seperti ini.
“Ayolah Jane. Kita sudah membicarakan ini berulang-ulang. Ini bukan kemauanku,” pujuk Jake. Isakan Jane berubah menjadi tangisan. Diusapnya kepala Jane sayang. Sungguh dia tak ingin membuat gadis itu menangis, apalagi disaat dia harus pergi.
“Kau tak harus pergi Jake. Kau bisa bilang pada mereka kau belum berusia 17 tahun,” ujar Jane bersikeras. Matanya yang biru terang tampak basah dengan air mata yang tak juga berhenti. Jake tampak tidak perduli. Ia terus memasukkan barang-barang yang diperlukannya dalam perjalanan. Tiba-tiba terdengar suara ketukan tiga kali.
“Itu tanda bagiku. Aku harus berangkat sekarang, Jane,” Jake berusaha tabah. Jane hanya bisa tertunduk sedih. Jelas usahanya menahan Jake disini sia-sia saja. “Maafkan aku, tapi aku tak punya pilihan,” dipeluknya tubuh kurus Jane. Jane kembali menangis, membasahi baju Jake yang lusuh.
“Kau harus berjanji untuk pulang,” akhirnya Jane mau merelakan kepergian Jake. Jake tersenyum. Diacungkannya jari kelingkingnya kepada Jane.
“Oke, aku janji. Aku akan pulang dan menepati janjiku,” ucap Jake bersungguh-sungguh. Jane menyambut tanda perjanjian itu. Ia berusaha tersenyum, walaupun dalam hati ia merasakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan.
Jake pun pergi meninggalkan Jane dan kota mereka. Setelah menutup pintu, hati Jane merasakan kekosongan yang mengerikan. Dia mencoba mengalihkan pikiran itu dan kembali merajut baju hangat untuk Jake nanti. Tetapi entah mengapa Jane merasa bahwa baju itu tak akan pernah dipakai oleh Jake.
Sarajevo, 2 April 1897
Setelah menempuh perjalanan beberapa hari yang rasanya seperti jutaan tahun, akhirnya mereka sampai di barak tentara. Disana tampak orang-orang sibuk membangun tenda-tenda yang akan dijadikan lokasi tidur. Jake dan beberapa pemuda lainnya menurunkan barang-barang mereka dan menaruhnya kedalam salah satu tenda, sebelum mereka berbaris dan mendengarkan pidato singkat dari komandan mereka.
“Selamat datang bagi para tentara-tentara muda yang baru saja tiba. Nama saya adalah Komandan Smith. Disini saya bertugas untuk melatih kalian dalam menghadapi serangan musuh yang bisa terjadi kapan saja. Peraturan disini adalah peraturanku. Jika kalian berniat untuk melanggar peraturan, sebaiknya kalian pikir-pikir kembali,” suara Komandan Smith terdengar lantang. Jake sedikit menciut saat mendengar penjelasan singkat ini.
Akhirnya, Jake dan beberapa orang lainnya diperbolehkan beristirahat. Jake memandang sekelilingnya. Suasana disini begitu asing. Ia sudah mulai rindu kepada Jane. Sedang apa gadis itu sekarang? Apakah keadaan disana aman? Pikiran-pikiran negatif mulai bermunculan kedalam otak Jake. Segera ditepisnya semua pemikiran itu. Ia harus focus dan serius menjalankan tugas ini kalau ia ingin memenuhi janjinya pada Jane.
Hari-hari di barak dilalui Jake dengan setengah hati. Bagaimanapun ia tak bisa berhenti memikirkan Jane. Hal ini membuat dirinya terkadang bermasalah dengan Komandan Smith. Kesalahan-kesalahan dalam pelatihan tidak jarang diperbuat Jake.
Hingga pada akhirnya tibalah hari terakhir ia menjalani tugasnya. Tak ada penyerangan, tak ada baku tembak disana. Semua orang bergembira karena bisa bertemu kembali dengan keluarganya. Tapi hal itu tak berlangsung lama. Musuh sudah menunggu untuk momen dimana para prajurit tidak siap dengan serangan mendadak.
Segera saja barak mereka menjadi porak-poranda. Suara tembakan, meriam, dan teriakan membaur menjadi satu. Jumlah mereka tidak seimbang, sehingga kelompok tentara terdesak mundur. Beberapa orang langsung kabur saat terjadi penyerangan, termasuk Jake. Sungguh, pelajaran yang diberikan dalam masa pelatihan sangat berbeda saat menghadapi kejadian yang sebenarnya.
Jake berlari kedalam hutan dengan beberapa pemuda lainnya. Tapi sialnya, satu peluru berhasil bersarang diperut Jake. Awalnya Jake tidak memperdulikan lukanya dan terus berlari masuk kedalam hutan pinus. Ia hanya berbekal senapan. Jake terus berlari tanpa arah. Tapi, ternyata tubuhnya menolak untuk terus berlari. Jake ambruk, senapannya tergeletak tak berdaya disebelahnya.
Jake tidak bisa mendengar apa-apa lagi. Telinganya berdenging. Rasa sakit yang tadi begitu menyiksanya sekarang perlahan mulai hilang. Matanya terpejam. Sekilas tampak bayangan kejadian yang terjadi begitu cepat. Jake mulai terengah. “Mungkin ini rasanya mati. Tidak buruk juga,” Jake berkata pada dirinya sendiri. Dia mulai menikmati setiap detik yang tersisa. Saat kesadarannya mulai hilang, Jake mendengar suara terakhir memanggil namanya.
*#*#*
“Jake, bangun,”. Samar-samar Jake mendengar suara lembut memanggilnya. Apa aku sudah disurga? Semuanya tampak putih disini, pikir Jake.
“Jake, ayo bangun,”. Suara itu kembali mengusik Jake. Perlahan Jake membuka matanya yang terasa berat. Dilihatnya Jane tersenyum dengan air mata mengalir dipipinya.
“Hai, Jane,” Jake berkata serak. Senyuman Jane semakin lebar. Tangannya mengusap rambut pirang Jake. Diperhatikannya luka-luka yang ada pada wajah Jake.
“Syukurlah kau masih hidup,” ujar Jane lembut.
“Tentu saja, aku sudah berjanji kepadamu,” Jake terkekeh pelan. Tapi kemudian ia meringis karena sakit diperutnya. Jane tertawa melihat hal itu. “Tapi aku minta maaf Jane,” Jake mendadak serius. Wajah Jane menegang. Ia tidak suka saat Jake menampilkan ekspresi seperti ini. Suasana menjadi hening.
“Aku mengerti. Kau tak usah khawatir. Aku sudah mempersiapkan diri sejak lama,” suara Jane terdengar sangat pelan. Hati Jake sakit melihat ekspresi tabah pada wajah Jane. Tapi kali ini ia tidak bisa menghindar. Rasanya ia ingin marah pada Tuhan yang rasanya tidak adil pada gadis sebaik Jane.
“Jane, aku benar-benar minta maaf. Hanya saja aku disini untuk memenuhi janjiku padamu. Aku tidak berjanji kalau aku akan tinggal,” Jake berusaha membela diri.
“Tak apa Jake. Rasanya melihatmu disini sudah lebih dari cukup. Aku tidak bisa berharap banyak,” nada suara Jane terdengar seperti senang yang dipaksakan. Kemudian Jane bangkit dari kursinya. “Aku membuatkanmu baju hangat. Aku akan pulang untuk mengambilnya,” ujar Jane. Jake tidak berusaha menahan kepergian Jane.
Lalu Jane pergi meninggalkan rumah sakit menuju rumahnya. Ia tidak buru-buru. Pikirannya melayang pada saat keluarga mereka masih lengkap, sebelum terjadi perang yang telah merenggut orangtuanya. “Tuhan, jika Jake harus pergi, apakah Kau bisa bilang padanya kalau aku sangat menyayanginya? Ia keluarga terkahir yang aku punya,” Jane berkata pada langit yang tampak cerah pada hari itu.
Jane menggenggam baju hangat yang dibuatnya. Diperhatikannya inisial yang ia rajutkan ditengah-tengah baju itu. “J untuk Jake,” ia tersenyum sendiri. Tiba-tiba ada perasaan sakit pada ulu hatinya. Air matanya perlahan turun dan menetes diatas baju tersebut. Kali ini ia yakin, baju itu tak akan pernah dipakai oleh Jake.
ternyata farah pintar sekali nulis.. keren pai,, i like it... itu akhirnya si Jake meninggal ya?? trus jane dan Jake tu saudara ya??? waktu pertama baca kirain mereka sepasang kekasih. tapi ternyata bukan. KEREN LAH Pai..
ungkapkan perasaanmu kepada orang yang kamu sayang, selagi masih ada kesempatan... jangan sia-siakan orang yang ada di sekelilingmu, karna kamu tak akan pernah bisa sendiri..
crita bagus... kyknya jdulnya J for Jane za x lach.. wkwkwkwkkwkw mnurut aq jake gag meninggal.... tapi kalaupun jake meninggal, janjinya dah dipenuhi..... tinggal Jane yg gag blg perasaannya...
"wow" di bca berulang kali jga gak bosen2... ada bakat lah buat jd penulis... hehehe
tp klo penokohannya di perkuat pasti lebih keren, jd orng tau karakter si tokoh, misal jake itu cakep berbadan tinggi tegap & jane itu cwe bermata sayu dan berambut panjang... hehehe hnya saran logh, jgn marah...
garis besar ceritanya menarik, dan jgn lupa tulis sambungannya, penasaran...!!!!
10 Maret 2010 pukul 20.13
ternyata farah pintar sekali nulis..
keren pai,,
i like it...
itu akhirnya si Jake meninggal ya??
trus jane dan Jake tu saudara ya???
waktu pertama baca kirain mereka sepasang kekasih.
tapi ternyata bukan.
KEREN LAH Pai..